Aku sangat mengagumi novel karya Andrea Hirata. Karena aku merasa disini ada banyak pesan dan pelajaran tentang semangat dan motivasi. Ya…kisah tentang Lintang yang tak pantang menyerah untuk mengecap yang namanya bangku pendidikan. Jarak yang jauh, kondisi ekonomi yang sebenarnya jauh di bawah standard, tapi semua itu bukan suatu penghalang untuk menyerah dan tidak merasakan suka duka di bangku sekolah. But any way…aku sangat menyukai novel itu karena adanya kesamaan perjuanganku dengan Lintang.
Sip…gak mau panjang lebar kata pembukanya…hehehe… mari mengikuti kisah ini
Aku terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Kami hidup di sebuah desa yang bernama desa Jabal Nur. Sebuah Desa yang terletak di daerah pegunungan Jabal Nur. Suasana yang menghijau dengan pemandangan natural alamnya, membuatku sangat betah di tempat itu. Kehidupan yang bahagia menurutku. Tak ada polusi, tak ada kebisingan . Setiap pagi dan sore selalu di hibur dengan nyanyian burung-burung pagi dan senja.
Alangkah indahnya kehidupan seperti ini.
Pagi itu udara Desa Jabal Nur sangat cerah. Sang mentari pun tak segan-segan menampakkan senyumnya. Megiringi langkah bocah-bocah gunung yang penuh semangat dan muka yang berseri-seri. Tak terkecuali aku. Yah inilah impianku semenjak dari kecil, ingin mengecap bangku SD seperti anak2 yang hidup di kota. Maklum kehidupan kami jauh dari keramaian kota, jadi untuk ketempat sekolahan aja harus aku tempuh dengan jalan kaki yang jaraknya 12 km dari rumahku. Tapi itu bukan suatu halangan untuk tidak ikut duduk di bangku sekolah. Kata-kata ayahku masih selalu kuingat, beliau selalu berpesan kepada anak-anaknya.
“Nak, kalian harus bisa sekolah sampai kejenjang yang tinggi”. Kata ayah dengan wajah penuh ketegaran.
Maklumlah Ayah dan Ibu tidak memiliki basic pendidikan yang tinggi. Ayahku hanyalah seorang buta huruf, sedangkan Ibuku hanya menyelesaikan jenjang pendidikannya di tingkat SMP. Mungkin itulah yang membuat Ayah dan Ibu begitu bersemangat untuk menyekolahkan semua anak-anaknya. “Tidak ada kata menganggur untuk anak-anakku”. Itulah kata yang selalu tertanam dalam benak Ayah.
***
Jarum jam telah menunjukkan pukul. 05.30 pagi. Itu pertanda aku harus siap-siap berangkat kesekolah. Walaupun pagi itu masih gelap dan matahari belum muncul dari peraduannya. Namun sudah harus meninggalkan rumah menuju ke sekolah. Makanya terkadang dalam perjalanan menuju sekolah aku sering sekali menjumpai babi-babi hutan ditengah jalan. Ya kadang membuat aku ketakutan dah harus bersembunyi, maklum aku masih bocah…hehe… masih takut dengan binatang-binatang liar dan besar.
Bahkan aku pernah punya cerita lucu sekaligus menegangkan. Yah untuk sekarang ini, kalau aku mengingat kejadian itu terkadang sering ketawa-ketawi lucu…ckckck…!
Waktu itu aku bersama sepupuku pagi-pagi buta berangkat ke sekolah. Dengan semangat yang menggebu kami berdua berlari turun gunung agar tidak terlambat sampai sekolah. Ketika sampai di kaki gunung aku dan sepupuku menyempatkan diri mampir untuk mencari buah-buahan yang biasanya banyak berjatuhan karena angin malam. Yaa..lumayan buat sarapan pagi…hehehe ( padahal dirumah dan kenyang makan pisang goring :D ) , maklum masih anak-anak.
“eh Dul…mampir yukk cari jeruk sama dao ( Dao adalah sejenis buah yang bentuknya mirip langsat, cuman rasanya yang berbeda…dao rasanya kecut-kecut manis )..” ajakku kepada Dulla.
Dulla adalah nama panggilan sepupuku. Kedekatan kami sudah bagai saudara kandung. SD, SMP dan Aliyah kami selalu sama-sama, ia lebih tua setengah tahun dariku. Setelah itu kami langsung menuju lokasi dimana pohon-pohon buah itu berada untuk mencari buah-buah yang jatuh dari pohonnya…karena melihat begitu banyak buah dao yang jatuh, membuat aku dan sepupuku sangat girang sampai kamipun lupa waktu kalo ini adalah jam sekolah.
“Yukk..yuk..pungutin yang banyak Dul…ntar kita sembunyikan di balik semak-semak, nanti sepulang dari sekolah baru kita berpesta Dao”. Kataku kepada Dul yang ia balas dengan ketawanya karena kegirangan.
Namun ternyata kegembiraan di pagi itu tidaklah berlangsung lama. Karena tanpa kami sadari, tingkahku dan sepupuku diperhatikan oleh sepasang mata Babi hutan yang dari tadi mendengkur di balik pohon Dao yang rindang. Mungkin karena merasa terganggu dengan kehadiran kami. Dan kebetulan si Babi juga baru mempunyai babi mungil. Yang kata orang binatang-binatang akan menjadi galak ketika ia baru melahirkan.
Tapi emang sih sugesti itu bener. Karena hari itu sugesti itu terbukti. Babi yang dari tadi diem tak bersuara sambil menjaga anaknya…tiba-tiba mengamuk dan berlari ke arahku kami. Dengan sepontan aku berteriak
“Dullll awassss…….ada Babi lariiiiiiiii…!”
Tanpa pikir panjang aku melemparkan semua buah dao yang telah aku kumpulkan tadi, berlari mencari tempat yang aman….begitu juga dengan Dulla kami terpencar. Sambil terus berlari aku menengok kebelakang ternyata si babi masih tetep mengikuti. Karena bingung nyari tempat sembunyi aku langsung memanjat pohon cokelat. Dan barulah Babi itu berhenti mengejar…tapi Ya Allah…di atas pohon aku masih ketakutan, tubuhku gemetaran. Ingin rasanya aku menangis waktu itu. Maklumlah masih anak kecil…hehehe *alesan paling manjur waktu itu*.
Aku berusaha mengusir babi itu dengan suara teriakanku. Walaupun suara yang dipenuhi dengan nada getar…( ringtone Hp kali ya..pake nada getar… :D ) karena denyut jantung yang seakan berlari dengan kecepatan 150 km/jam. Tapi untunglah setelah beberapa kali aku usir akhirnya Babi itu pergi di ikuti oleh si Babi kecil anaknya. Walaupun si Babi keliatannya sangat berat meninggalkanku dan terlihat belum puas untuk mengejarku. Terbukti ia beberapa kali berhenti dan menoleh kearah pohon tempat aku berada.
“Kapan neh si Manusia turun dari pohon”. Mungkin seperti itulah gumannya dalam hati.
Setelah kupastikan keadaan aman dan si Babi benar-benar telah pergi menjauh, barulah aku turun dari pohon. Walaupun masih dengan suasana takut dan tegang.
“Dulla…Babinya dah pergi”.
Dan aku melihat Dulla keluar dari balik semak-semak dengan wajah yang tidak kalah pucatnya dari aku.
“Truss gimana dong…sekarang dah jam 07.30 berarti kita dah telat banget ke sekolah” Tanya Dulla kepadaku.
“Ya udah mo gimana lagi Dull, gara-gara si Babi sial itu…kita bolos sekolah..ffuuiihht..” kataku dengan nada kesel.
( salah sendiri ya…ngapain pake mampir nyari buah…pake nyalahin babi lagi hihi…dasar bocah kecil…:D )
Dan akhirnya, hari itu kami berdua memutuskan untuk tidak berangkat kesekolah. Karena kami merasa itu adalah hal yang percuma. Sebab jarak sekolah masi terlalu jauh...kurang lebih masih 4 kilo lagi lah. Wahhh masih jauh banget tuh… di jamin 100 % terlambat total…hehe.
~ to be continued.....
0 comments:
Post a Comment