Setetes Air Mata Tobat
Oleh : Agus Nasir el-Bugizy
Malam itu, aku berjalan menyusuri lorong gang-gang dan trotoar. Cahaya lampu yang remang-remang membuat aku leluasa berjalan dan terbebas dari incaran polisi. Setelah aku putus sekolah, pekerjaan ini telah menjadi hobi sehari-hariku, merampas, merampok, mencuri, memakai obat-obat terlarang, tawuran, dan sebagainya. Sudah menjadi ciri khasku disebuah trotoar daerah Nasr City, H10.
Mungkin semua jenis kejahatan sudah pernah kulakukan bersama teman-temanku, kecuali memerkosa itu sih belum pernah kulakukan. Aku juga terkadang merasa heran kenapa kejahatan yang satu ini aku tidak berani melakukannya. Walaupun aku sering menjadi sasaran olok-olokan oleh teman-temanku.
"Ah…payah lo Mad, ! gak jantan…!" kata teman-temanku dengan nada mengejek.
"Itu adalah surga dunia ", kata si Aiman dengan nada yang penuh semangat. Seakan dengan sengaja memanas-manasiku.
"Hmm…jangan-jangan lo gak normal…". Timpal si Sayyid dengan nada mengejek.
Namun ucapan-ucapan itu aku anggap hanyalah sebagai angin lalu dan tetap terhadap pendirianku.